Sepatu Cinderella bukan sekadar aksesori ajaib dalam dongeng klasik, tetapi juga simbol universal dari transformasi dan harapan. Kisah tentang gadis miskin yang menemukan cinta sejati dan kehidupan baru melalui sepasang sepatu telah merentang jauh melampaui satu budaya. Versi paling populer dari dongeng ini berasal dari Charles Perrault pada abad ke-17, di mana sepatu kaca diperkenalkan secara eksplisit. Namun, akar cerita Cinderella jauh lebih tua dan tersebar di berbagai belahan dunia dengan versi yang berbeda.
Salah satu versi paling awal berasal dari Tiongkok, dikenal dengan nama Ye Xian, yang diperkirakan muncul pada abad ke-9. Dalam kisah tersebut, tokoh utama juga kehilangan sepatu emas yang kemudian ditemukan oleh seorang raja dan menjadi jalan baginya menuju kehidupan baru. Sepatu dalam versi ini bukan dari kaca, tetapi dari bahan mewah yang menunjukkan status dan keanggunan.
Sementara itu, dalam mitologi Mesir kuno, dikenal kisah Rhodopis, seorang https://thesilit.com/id/ budak Yunani yang menikah dengan Firaun setelah sandalnya terbang dan jatuh ke tangan sang raja. Kisah ini memiliki kemiripan yang kuat dengan cerita Cinderella, dan banyak ahli meyakini bahwa inilah salah satu versi tertua dari narasi sepatu ajaib.
Dalam setiap versinya, sepatu menjadi simbol yang mengangkat status sosial dan mempertemukan tokoh utama dengan takdirnya. Ketika kisah ini diangkat ke panggung dunia melalui film Disney pada abad ke-20, sepatu kaca pun menjadi ikon budaya global. Dari dongeng rakyat hingga film animasi dan pertunjukan Broadway, sepatu Cinderella tetap hidup sebagai lambang keajaiban, keberanian, dan perubahan nasib yang menginspirasi lintas generasi.