Опубликовано

Penyerangan Presiden Rusia Vladimir Putin

Presiden Rusia Vladimir Putin melaksanakan aksi penyerangan terhadap Ukraina sejak 24 Februari lalu. Meski hingga saat ini peperangan belum menunjukan hasil kemajuan yang benar-benar terlihat secara signifikan. Putin tetap ngotot untuk melanjutkan perintahnya untuk bertempur terhadap Ukraina. Secara langsung Vladmir Putin mendeklarasikan perang terhadap Ukraina.

Dikutip dari Newsweek, ungkapan dari wakil kepala administrasi kepresidenan Rusia yaitu Magomedsalam Magomedov tentang alasan presiden rusia ini tetap melancarkan serangannya terhadap Ukraina. Yang telah terjadi pada 24 Februari lalu di perbatasan Ukraina-Rusia. Dia mengungkapkan alasan presiden mereka yaitu Vladmir Putin tetap melancarkan serangan kepada Ukraina. Dikarenakan dengan adanya dukungan terbuka dan promosi langsung terhadap ideologi Neo-Nazi, militerisasi cepat Ukraina, seruan terus menerus untuk slot server belanda aneksasi wilayah Rusia, serta ancaman terhadap keamanan nasional negara, ucap Magomedsalam Magomedov pada media Rusia.

Penyerangan Presiden Rusia Vladimir Putin

Adapun, lebih dari delapan bulan telah berlalu sejak dimulainya aksi perang di Ukraina, jumlah korban akibat peperangan ini baik di antara kedua belah pihak tidak diperbarui secara paten. Panglima Militer Ukraina Valeriy Zaluzhny mengatakan dengan jelas pada bulan Agustus bahwa negaranya telah kehilangan 9.000 personel aktif militer. Staf Umum Angkatan Bersenjata negara Ukraina mengatakan dengan jelas juga pada bulan Agustus bahwa Ukraina membunuh atau melukai 45.200 tentara dari pihak militer Rusia hingga saat ini. Bahkan bisa dikatakan saat ini jumlah korban berjatuhan dari kedua belah pihak terus bertambah.

Meskipun begitu, penyerangan tentara Rusia di bagian wilayah Ukraina hingga saat ini masih terus berlangsung. Terjadinya baku tembak antara pasukan Rusia dan Ukraina ini dimulai ketika Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan memutuskan melakukan penyerangan langsung kepada Ukraina pada 24 Februari lalu. Presiden Rusia Vladimir Putin tetap memutuskan untuk mengerahkan pasukannya menyerang wilayah Ukraina pada 24 Februari lalu. Hingga hari ini, baku tembak dan pertempuran pun masih terjadi seiring dengan mendekatnya pasukan Rusia ke ibukota Ukraina, Kyiv. Sehingga korban berjatuhan baik dari Rusia maupun Ukraina sendiri.

Langkah itu pun mendapatkan kecaman keras dari berbagai negara manapun, utamanya negara-negara Barat yang menjadi sekutu langsung Ukraina dan negara yang tergabung pada NATO. Mereka menyebut bahwa Kremlin telah memutuskan untuk memulai peperangan dan memberikan Rusia dengan berbagai sanksi. Meski begitu, presiden Rusia tersebut Vladmir Putin tetap melanjutkan serangannya ke Ukraina. Seolah tidak takut, Putin justru tetap melanjutkan aksi serangannya dan tak gentar sedikitpun dengan ancaman dari NATO dan negara-negara barat. Ia menyebutkan bahwa ia tidak akan berhenti sampai tujuannya terkait Ukraina dan dominasi Barat terselesaikan.

Dalam pidatonya pada saat serangan dimulai, Putin mengatakan bahwa pihak negaranya tidak merasa aman dengan rencana Ukraina. Yang mana rencananya ingin bergabung ke dalam organisasi NATO. Yang diketahui bahwa NATO merupakan rival pertahanan dan keamanan Moskow. Bahkan, presiden Rusia Vladmir Putin sendiri menyebutkan ini merupakan sebagai ancaman yang besar bagi negaranya apalagi pasca pencaplokan Krimea di 2014 lalu.

Vladmir Putin mengatakan “Rusia tidak akan terasa aman, berkembang, dan terkenal di kalangan dunia akibat ancaman konstan dari Ukraina saat ini. Organisasi NATO mengancam masa depan bersejarah kami sebagai sebuah bangsa,” ungkapnya dalam pidato berbahasa Rusia sebagaimana diterjemahkan BBC. Ia juga mengatakan bahwa kepemimpinan di Ukraina setelah protes Euromaidan 2014 yang menumbangkan rezim Presiden Yanukovych juga justru ikut membawa ancaman. Diketahui bahwa hal tersebut adalah ancaman bagi masyarakat yang menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasanya yang tinggal di wilayah Krimea dan Donbass.

Disebutkan bahwa Presiden Rusia ini Vladmir Putin mengatakan “Solusi konflik Ukraina adalah negara itu harus menghapus segala pengaruh neo-Nazi atau praktik fasisme dan tindakan represif (denazifikasi) dan demiliterisasi,” sebut Vladmir Putin yang sedang ingin memberi suatu gambaran bagaimana perlakuan penindasan Pemerintah Ukraina terhadap masyarakat yang menggunakan bahasa Rusia sebagai bahasanya disana. Dari motif peperangan ini, Vladmir Putin juga telah menegaskan bahwa syarat perdamaiannya dengan Kyiv. Dia mengatakan kepada Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yaitu bahwa ada dua syarat yang diminta oleh Presiden Rusia, Vladmir Putin, yaitu posisi Ukraina yang netral dan tidak berpihak kepada organisasi NATO serta pengakuan wilayah Krimea yang telah dipegangnya sejak 2014 silam. Dengan pertimbangan tersebut kemungkinan bisa menjadi poin sebagai syarat perdamaian.